Senja dapat bermakna apapun, kerinduan, kegelisahan, sepi, sakit, keindahan, rasa gembira, hingga ketenangan diri. Senja menjadi salah satu bahasan penting dalam antologi kedua puisi sang penulis. Yuk, kenalan dengan karya yang akan direview kali ini.
Judul Buku: Asmaraloka Senja
Penulis: Laily Fitriani
Tebal: 68 halaman
Penerbit: CV. Cakrawala Satria Mandiri Kediri
ISBN: 978-623-5850-10-8
Cetakan: Pertama, Juni 2022
Berbekal pengalaman menulis puisi selama beberapa tahun, saya mencoba membuat puisi bertema senja. Puisi berjudul Asmaraloka Senja ini merupakan buku antologi puisi solo kedua saya yang ditulis pada tahun 2019 di platform Storial.co hingga lahirlah beberapa puisi lalu saya menambahkannya dengan puisi-puisi bertema senja yang saya tulis di tahun 2020, 2021, dan 2022., kemudian terkumpullah 65 puisi bertema senja.
Melalui judul-judul yang saya tulis kebanyakan selalu diikuti kata “senja”, namun di beberapa judul lainnya saya memberikan makna senja, seakan senja menyublim dalam bait-bait puisi yang ditulis, sehingga saya tak lagi menggunakan kata “senja” sebagai judul.
Saat proses penulisan buku Asmaraloka senja ini, saya memotret banyak hal di sekeliling kehidupan seorang perempuan yang selalu menunggu seseorang di pantai. Senja saya maknai sebagai ungkapan “menunggu seseorang, sepi yang berkepanjangan dalam sebuah penantian”, dan menurut saya, senja dapat bermakna luas, tak hanya bercerita tentang keadaan di saat petang datang, ia dapat bermakna apa saja.
Baca juga:
Buku Solo Fiksi Pertamaku: Antologi Puisi Samudra Tiga Warna
Melalui puisi tematik Senja ini saya mencoba mengelaborasi rasa, bahwa senja dapat menghadirkan kesedihan, kerinduan yang mendalam, dan kesepian, seperti cuplikan puisi berikut:
Mereka-reka Senja
Melabuhkan rindu itu terkadang pilu
Seakan mencabik rasa
Temaram pantai nan syahdu
Kembali menghangatkan rasa
Senja membuat lingkaran rindu
Saat menunggu berdebaran
Seakan waktu berkejaran
Demi menunggu senja yang biru
Bondowoso, 7 Juni 2019
Puisi ini menggambarkan seseorang yang tengah memendam kerinduan, hingga mencabik rasa. Ia terus menunggu seiring jalannya waktu hingga senja tiba.
Melarung Rindu
Kala senja turun
Kuhabiskan menatapnya hingga berlalu
Suara Camar memecah keheningan
Membawa anganku luruh
Melarung rindu
Kerap mengiris hati
Mengingatmu
Bagai menunggu senja esok hari
Senja telah berlalu
Rindu masih terperangkap
Lalui pekat malam
Dalam kesunyian
Malang, 30 Maret 2020
Puisi ini menggambarkan kerinduan yang selalu menyapa diri hingga berapa senja terlewati yang penuh dengan kesunyian.
Secara umum, isi puisi ini bertema senja dengan memberikan makna yang berbeda-beda. Saya mencoba memaknainya dengan beragam rasa, walaupun kerinduan menjadi tema yang dominan. Saya banyak menggunakan diksi/pilihan kata berupa senja, dermaga, camar, menunggu, sehingga kata-kata ini cukup banyak terulang di beberapa bait-bait puisi yang saya tulis.
Puisi ini layak dibaca oleh para penyuka dunia puisi, mahasiswa, dan pemerhati sastra untuk melihat unsur-unsur puisi yang hadir, yaitu gagasan/ide, rasa/emosi, imajinasi, dan gaya bahasa yang ditampilkan serta menyelami makna senja dalam bait-bait puisi.
Buku Asmaraloka Senja ini semoga dapat menjadi bagian dari bentangan kata-kata tentang senja, bahwa senja bisa membawa beragam rasa. Tak ada gading yang tak retak, semoga buku ini menjadi gambaran tentang dunia perempuan dalam memaknaisenja.
12 Comments. Leave new
Wahhh… Masya Allah, Mbak.. saya salah seorang pencinta senja dan sunset. Cuma karena rumah saya jauh dari pantai, senjanya kebanyakan dihabiskan di sawah, bukan di pasir, hihiii…
Selamat ya atas buku keduanya. Semoga banyak yang membaca dan terinspirasi dari goresan pena cantik Mbak Laily.
Yeyy, toss ya Mbak. Terima kasih Mbak. Amiin.
Senja selalu istimewa, memberi makna kepada siapapun yang menyapanya..
Mba Laily mendeskripsikan rasa tentang senja dengan sangat baik.
Selamat untuk buku keduanya ya mbak..
Terima kasih Mbak.
Wah, keren Mbak. Selamat atas terbitnya buku kumpulan puisi Mbak Laily.
Saya selalu kagum dengan orang yang bisa menulis dengan kata2 puitis kayak di buku kumpulan puisi gini. Soalnya saya bener2 gak bisa menulis dengan kata2 yang puitis, hiks… Jadi, saya lebih suka sebagai pembaca dan penikmat aja, kalo nulis sendiri gak bisa. Hawkwkwkk…
Terima kasih Mbak. Semangat Mbak, bisa kok nulis puisi Mbak.
Mbak Laily keren sekali, masya Allah. Waktu di pesantren dulu sy juga suka menulis puisi. Bacaannya pun puisi-puisi melulu, tapi sekarang sudah nggak pede nulis puisi. Perlu lebih banyak belajar lagi. Selamat ya, Mbak untuk karyanya
Mbak Muyas tambah keren juga nih. Makasih atas atensi Mbak.
Waah keren. Selamat ya Mbak atas buku antologi puisinya yang udah terbit. Suka juga baca puisi-puisi bertemakan senja. Senja selalu punya cerita ya, menyimpan kenangan dan kerinduan. Btw puisinya yang berjudul Melarung Rindu bagus sekali, maknanya dalam nih. Yang Mereka-reka Senja juga. Keren euyy.
Alhamdulillah, terima kasih Mbak.
Setiap kata bermakna. Penulis buku selalu memiliki celah untuk menarik minat pembaca. Selamat atas bukunya, bagus sekali
Terima kasih Mbak.