Memasuki semester III kuliah di program Pascasarjana, aku memutuskan untuk segera menikah. Walau calon suami berasal dari luar Jawa dan jauh, alhamdulillah Papa, Mama, keluarga besarku serta keluarga besar calon suami mengamini niat suci kami. Akhirnya di bulan November 2004 kami menikah. Alhamdulillah separuh dien kami lengkaplah sudah.
Di awal-awal pasca menikah sengaja aku berencana belum ingin memiliki anak, sebab tugas kuliah di semester IV yaitu menyusun tesis sangat menyita waktu dan pikiranku, disamping itu juga kondisi ekonomiku dan suami belum cukup stabil. Jujur, sebenarnya aku sangat menginginkan kehadiran buah hati diantara aku dan suami, serasa ada yang kurang lengkap dalam kebersamaan kami selama ini.
Di tahun 2005 aku bilang pada suami, agar sebaiknya kita berusaha untuk menghadirkan buah hati saja, aku dan suami sepakat untuk merencanakan kehamilan. Kamipun berusaha, berdoa dan tawakkal (berserah diri) pada Allah. Namun, kembali aku berpikiran lain, banyak hal yang harus aku persiapkan untuk diriku dan keluarga. Lalu terbersit niatan disertai ucapan bahwa lebih baik aku memiliki anak setelah lulus cpns saja. Padahal aku sendiri benar-benar tidak tahu, bagaimana suratan takdir kan berlabuh dalam kehidupanku?
Alhamdulillahnya suami juga mengiyakan, aku dan suami tetap berdoa semoga kelak kami benar-benar memiliki keturunan yang banyak.
Adapun niatan untuk belum memiliki keturunan itu benar-benar terjadi. Dua tahun kemudian aku benar-benar bagai wanita yang belum memiliki tanda-tanda kehamilan. Di salah satu sisi, kuliahku yang telah selesai, gelar magister telah kuraih, dan kondisi ekonomi keluarga kami pun sedikit demi sedikit mulai stabil,
namun tanda-tanda kehamilan yang selalu kunanti-nantikan belum juga tampak. Tak ada yang bisa aku dan suami lakukan selain bersabar, ikhlas, mohon ampunan padaAllah dan terus berdoa untuk memohon keturunan.
Sebenarnya kegelisahan tatkala tanda-tanda kehamilan yang tak kunjung datang kerap menghantuiku. Akan tetapi suami senantiasa membesarkan jiwaku, memotivasiku dan mengajakku untuk selalu berkhusnudzon (berbaik sangka) pada Allah SWT. Allah pasti punya rencana terindah bagi hamba-Nya. Dengan selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan padaku dan suamiku insya Allah, Allah akan menambahkan nikmat dengan nikmat-nikmat yang lain Lain syakartum la aziidannakum… (Jikalau kalian bersyukur, maka akan Aku tambah…).
Di pertengahan tahun 2005 pasca wisuda S2 aku mencoba mengikuti tes cpns yang serentak diselenggarakan oleh sebuah kementerian. Melalui perjuangan dan perjalanan nan panjang Allah benar-benar menjawab doaku. Alhamdulillah aku menjadi salah satu peserta yang lolos tes cpns tersebut. Saat itu perasaan haru biru menghiasiku, impian-impian untuk bersegera memiliki keturunan seakan tergambar jelas di pelupuk mata. barangkali dengan jalan lolos cpns aku akan segera hamil.
Akupun terus dan terus menanti datangnya keturunan ini bersama waktu yang melaju. Aku merasa diriku dan suami tak berkekurangan sedikitpun untuk berusaha memiliki keturunan. Hanyalah ikhlas dan sabar yang selau mengobati hati ini. Bulan demi bulan di tahun 2005, 2006, dan 2007 terus bergulir. Selama itu aku merasakan sedih bila di setiap bulan menstruasi datang, seakan harapan untuk memiliki keturunan pupuslah sudah.
Banyak teman yang mengatakan bahwa di usia pernikahan kami masihlah wajar apabila belum memiliki keturunan. Sebagian lagi menyarankan kami untuk memeriksakan diri ke dokter. Sebenarnya keinginan periksa ke dokter itu ada, akan tetapi perasaan bahwa kami sehat-sehat saja selalu menjadi alasan untuk tidak ke dokter. Hingga suatu ketika saya dan suami bertemu pedagang kasur, beliau menyarankan untuk pergi ke dukun pijat anak, sekedar untuk menanyakan kandunganku saja. Berbekal niat yang tulus, berangkatlah aku dan suami ke tempat dukun bayi tersebut. Setelah menunggu antrian yang cukup panjang, maklum banyak bayi dan anak kecil cocok dipijat di Mbah Ya, begitu aku memanggil dukun pijat ini. Tibalah giliranku. Aku diminta rebahan dan Mbah Ya memegang perutku
seraya berkata: “Insya Allah ada”. Kemudian Mbah Ya memintaku meminum ramuan dari asam, kunyit, daun Beluntas dan gula merah dijerang dalam air panas, disaring lalu diminum. Ini jamu adem-ademan (dingin) kata orang Jawa. Gunanya mendinginkan perut. Akupun rutin meminum ramuan atas saran Mbah Ya.
Hingga tiba di bulan Agustus, saat itu aku akan meninggalkan suami selama dua minggu dalam rangka kegiatan prajabatan cpns baru di lingkungan sebuah kementerian di luar kota. Lucunya, biasanya di awal-awal bulan aku sudah menstruasi. Aku menunggu selama dua minggu menjelang keberangkatan diklat prajabatan. Kecemasan bercampur bahagia silih berganti menghampiriku, barangkali aku positif hamil.
Keinginan untuk menguji air seni dengan alat kehamilan terus menggebu-gebu. Dan tibalah saatnya aku menguji air seniku di kala subuh. Subhanallah, alat itu menunjukkan tanda positif bahwa aku hamil. Tak terperi betapa bahagia terukir dalam relung hati terdalam, keinginan-keinginanku satu persatu telah Allah
wujudkan, fabiayyi ‘ala irobbikuma tukadzdziban…(maka niknat Allah yang mana yang akan kamu dustakan?). Kupeluk suamiku seraya menyungging senyum penuh linangan air mata bahwa aku akan menjadi seorang ibu dan beliau akan menjadi seorang ayah. Sungguh kebahagiaan benar-benar menjadi milik kami, aku dan suami. Aku akan berangkat prajab bersama bayi dua bulan dalam kandungan.
Sebelum berangkat prajab, aku memeriksakan diri ke bidan bersama suami. Bidan mengatakan bahwa aku positif hamil dan memberikan obat penguat kandungan untukku. Alhamdulillah, aku merasa bahwa Allah menyayangiku dan akan menambah nikmat bagi hamba-hamba-Nya yang bersyukur.
Akhirnya aku berangkat diklat prajabatan dengan penuh kebahagiaan. Allah telah menentukan waktu terbaik bagi kami, aku dan suamiku untuk menjaga amanah yang telah Allah berikan. Semoga kami dapat menjaga amanah-Mu ya Allah. Amien.