Selepas mengenyam
bangku Madrasah Aliyah di sebuah Pondok Pesantren Putri di Jember, aku
melanjutkan studi ke sebuah perguruan tinggi Islam negeri di kota Malang. Kota
ini sengaja aku pilih sebab selain suasana kondusif untuk studi, juga ada teman
yang terlebih dulu kuliah di sana. Walhasil, aku sengaja tak membuat pilihan
lain untuk studi di PTAIN tersebut. Jurusan Bahasa dan Sastra Arab adalah
jurusan yang aku pilih, karena aku percaya aku punya kemampuan dasar dalam
Bahasa Arab dan sengaja aku mencari jurusan yang tidak ada matematikanya.
Entahlah matematika adalah momok bagiku.
bangku Madrasah Aliyah di sebuah Pondok Pesantren Putri di Jember, aku
melanjutkan studi ke sebuah perguruan tinggi Islam negeri di kota Malang. Kota
ini sengaja aku pilih sebab selain suasana kondusif untuk studi, juga ada teman
yang terlebih dulu kuliah di sana. Walhasil, aku sengaja tak membuat pilihan
lain untuk studi di PTAIN tersebut. Jurusan Bahasa dan Sastra Arab adalah
jurusan yang aku pilih, karena aku percaya aku punya kemampuan dasar dalam
Bahasa Arab dan sengaja aku mencari jurusan yang tidak ada matematikanya.
Entahlah matematika adalah momok bagiku.
Alhamdulillah, akupun
diterima di PTAIN tersebut. Hari demi hari,bulan demi bulan dan tahun demi
tahun kulalui bersama teman-temanku. Beragam suasana kehidupan kukecap bersama
mereka. Ada kalanya kegembiraan kala nilai-nilai KHS memuaskan begitu pula
kesusahan yang kurasakan terutama untuk mengurus pendaftaran beasiswa. Dulu,
semasa kuliah S1 mendapatkan beasiswa di kampusku susahnya minta ampun. Selain
IPK yang harus strandar 3,50 prestasi di bidang non akademik juga ikut
dipertimbangkan. Aku pernah mencoba memasukkan berkas pendaftaran beasiswa, dan
tidak berhasil. Sedangkan ada beberapa teman yang berkali-kali menerima
beasiswa. Ah, entahlah aku juga tak habis piker, mengapa saat studi S1 aku tak
pernah berhasil mendapat beasiswa.
diterima di PTAIN tersebut. Hari demi hari,bulan demi bulan dan tahun demi
tahun kulalui bersama teman-temanku. Beragam suasana kehidupan kukecap bersama
mereka. Ada kalanya kegembiraan kala nilai-nilai KHS memuaskan begitu pula
kesusahan yang kurasakan terutama untuk mengurus pendaftaran beasiswa. Dulu,
semasa kuliah S1 mendapatkan beasiswa di kampusku susahnya minta ampun. Selain
IPK yang harus strandar 3,50 prestasi di bidang non akademik juga ikut
dipertimbangkan. Aku pernah mencoba memasukkan berkas pendaftaran beasiswa, dan
tidak berhasil. Sedangkan ada beberapa teman yang berkali-kali menerima
beasiswa. Ah, entahlah aku juga tak habis piker, mengapa saat studi S1 aku tak
pernah berhasil mendapat beasiswa.
Setelah wisuda S1, aku
pulang kampung. Seluruh pakaian dan buku-buku aku bawa pulang, sebagian aku
titipkan pada adik kelasku di kost. Jujur, Papa memiliki motivasi yang besar
untuk terus mendorong cita-citaku, untuk menjadi dosen. Papa mendapatkan
informasi dari sepupuku bahwa kualifikasi dosen di tahun-tahun mendatang
minimal adalah S2. Akhirnya Papa mantap membiayai studiku ke jenjang S2.
Sebenarnya aku tak enak hati pada Papa, karena beliau harus terus menerus
membiayaiku. Namun Papa dan Mama selalu mengiyakan agar aku tetap melanjutkan
S2. Bismillah….di tahun 2003 akupun melanjutkan S2 di PTAIN tempatku studi S1
dulu. Pembelajaran Bahasa Arab (PBA) adalah konsentrasi program studi yang aku
pilih. Saat itu aku bertekad akan mencari pekerjaan untuk kebutuhan hidupku
sehari-hari. Alhamdulillah, aku diterima sebagai Murobbiyah (pendidik) di
Ma’had kampus. Tugasku adalah mengawasi dan mengajar mahasiswa selama satu
tahun di Ma’had (Pondok). Selain itu aku mengajar di Program Khusus Perkuliahan
Bahasa Arab (PKPBA) di kampus. Program ini wajib diambil bagi seluruh mahasiswa
S1 semua jurusan. Alhamdulillah, tiap bulan aku tidak pernah meminta uang saku
pada Papa dan mama. Akupun pernah mengajukan beasiswa untuk menulis tesis ke
sebuah kementerian, namun lagi-lagi aku tak berhasil.
pulang kampung. Seluruh pakaian dan buku-buku aku bawa pulang, sebagian aku
titipkan pada adik kelasku di kost. Jujur, Papa memiliki motivasi yang besar
untuk terus mendorong cita-citaku, untuk menjadi dosen. Papa mendapatkan
informasi dari sepupuku bahwa kualifikasi dosen di tahun-tahun mendatang
minimal adalah S2. Akhirnya Papa mantap membiayai studiku ke jenjang S2.
Sebenarnya aku tak enak hati pada Papa, karena beliau harus terus menerus
membiayaiku. Namun Papa dan Mama selalu mengiyakan agar aku tetap melanjutkan
S2. Bismillah….di tahun 2003 akupun melanjutkan S2 di PTAIN tempatku studi S1
dulu. Pembelajaran Bahasa Arab (PBA) adalah konsentrasi program studi yang aku
pilih. Saat itu aku bertekad akan mencari pekerjaan untuk kebutuhan hidupku
sehari-hari. Alhamdulillah, aku diterima sebagai Murobbiyah (pendidik) di
Ma’had kampus. Tugasku adalah mengawasi dan mengajar mahasiswa selama satu
tahun di Ma’had (Pondok). Selain itu aku mengajar di Program Khusus Perkuliahan
Bahasa Arab (PKPBA) di kampus. Program ini wajib diambil bagi seluruh mahasiswa
S1 semua jurusan. Alhamdulillah, tiap bulan aku tidak pernah meminta uang saku
pada Papa dan mama. Akupun pernah mengajukan beasiswa untuk menulis tesis ke
sebuah kementerian, namun lagi-lagi aku tak berhasil.
Pasca wisuda, aku
mengikuti tes cpns di kampusku dan Alhamdulillah aku diterima sebagai dosen di
jurusan Bahasa dan Sastra Arab. aku sebenarnya lelah untuk melanjutkan studi
kembali. Bayangan mengejar beasiswa ternyata benar-benar mengejarku. Ketentuan
kampus yang mengharuskan dosen untuk berkualifikasi S3 membuatku untuk
bersiap-siap mengejar beasiswa lagi. Biaya studi S3 yang melambung membuatku
berusaha sekuat tenaga untuk mencari beasiswa. Di tahun 2009 dan 2010 aku dan
teman-teman dosen mengikuti tes Beasiswa Studi salah satu kementerian. Dua kali
aku mengikutinya, hingga uang pendaftaranku lenyap (karena aku gagal),
sayangnya aku tidak berhasil. Teman-teman menganjurkanku untuk kuliah dengan
biaya sendiri, b=namun aku mengurungkan niatku. Barangkali bukan rizkiku, rizki
anak-anak dan suamiku di tahun 2009 dan 2010 untuk lanjut S3.
mengikuti tes cpns di kampusku dan Alhamdulillah aku diterima sebagai dosen di
jurusan Bahasa dan Sastra Arab. aku sebenarnya lelah untuk melanjutkan studi
kembali. Bayangan mengejar beasiswa ternyata benar-benar mengejarku. Ketentuan
kampus yang mengharuskan dosen untuk berkualifikasi S3 membuatku untuk
bersiap-siap mengejar beasiswa lagi. Biaya studi S3 yang melambung membuatku
berusaha sekuat tenaga untuk mencari beasiswa. Di tahun 2009 dan 2010 aku dan
teman-teman dosen mengikuti tes Beasiswa Studi salah satu kementerian. Dua kali
aku mengikutinya, hingga uang pendaftaranku lenyap (karena aku gagal),
sayangnya aku tidak berhasil. Teman-teman menganjurkanku untuk kuliah dengan
biaya sendiri, b=namun aku mengurungkan niatku. Barangkali bukan rizkiku, rizki
anak-anak dan suamiku di tahun 2009 dan 2010 untuk lanjut S3.
Tes beasiswa studi
tahun 2011 datang lagi. Dengan semmangat ’45 aku mengurusi berkas-berkas
pendaftaran, membayar biaya pendaftaran dan mengikuti tes. Yang kulakukan
hanyalah berusaha dan berusaha, berdoa, dan tawakkal atas segala hasil yang
Allah berikan. Jika memang beasiswa itu adalah rizkiku, maka tak akan lari
kemana. Dag-dig-dug hatiku saat membaca pengumuman, dan melihat sederet namaku
tertulis di pengumuman. Alhamdulillah Ya Allah….inilah jawaban Allah…disaat S1
dan S2 aku belum pernah mendapatkan beasiswa, ternyata beasiswaku diturunkan
untuk studi S3. Alhamdulillah…terimakasih ya Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Tahu apa yang akan terjadi dalam kehidupan setiap hamba-Nya. Fabiayyi ‘ala
irobbikuma tukadzdziban…. (Maka nikmat Allah yang mana yang kamu dustakan).
Berburu beasiswa untuk studi merupakan sebuah rizki yang kita tidak tahu kapan
ia akan mendatangi kita. Yang terpenting adalah tetap bersemangat, berusaha,
berdoa dan tawakkal adalah kunci semua keberhasilan dan selalu bersyukur atas
apa yang telah kita miliki, maka Allah akan menambah rizki kita. Wallahu a’lam.
tahun 2011 datang lagi. Dengan semmangat ’45 aku mengurusi berkas-berkas
pendaftaran, membayar biaya pendaftaran dan mengikuti tes. Yang kulakukan
hanyalah berusaha dan berusaha, berdoa, dan tawakkal atas segala hasil yang
Allah berikan. Jika memang beasiswa itu adalah rizkiku, maka tak akan lari
kemana. Dag-dig-dug hatiku saat membaca pengumuman, dan melihat sederet namaku
tertulis di pengumuman. Alhamdulillah Ya Allah….inilah jawaban Allah…disaat S1
dan S2 aku belum pernah mendapatkan beasiswa, ternyata beasiswaku diturunkan
untuk studi S3. Alhamdulillah…terimakasih ya Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Tahu apa yang akan terjadi dalam kehidupan setiap hamba-Nya. Fabiayyi ‘ala
irobbikuma tukadzdziban…. (Maka nikmat Allah yang mana yang kamu dustakan).
Berburu beasiswa untuk studi merupakan sebuah rizki yang kita tidak tahu kapan
ia akan mendatangi kita. Yang terpenting adalah tetap bersemangat, berusaha,
berdoa dan tawakkal adalah kunci semua keberhasilan dan selalu bersyukur atas
apa yang telah kita miliki, maka Allah akan menambah rizki kita. Wallahu a’lam.