Saat
itu aku masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah. Semua siswi diwajibkan
berjilbab bila hendak bersekolah, namun bila di luar rumah terkadang jilbab
hilang entah kemana, tergantung pribadi si pemakai juga ya….kadang jilbab hanya dipakai untuk keperluan sekolah dan
mengaji saja, selebihnya tidak. Bisa dikatakan kewajiban mengenakan jilbab menurut
saya ada dua hal, yaitu apakah sekedar untuk menggugurkan kewajiban berjilbab
di sekolah saja, ataukah benar-benar ingin berjilbab dari hati sesuai perintah
Allah SWT? Mungkin saja pandangan orang ada yang mengatakan bahwa masih anak-anak tidak
apa-apa tidak berjilbab, padahal banyak yang remaja dan sudah baligh juga
ya? Faktor dukungan dari keluarga
menurut saya juga sangat penting, sebab keluarga adalah orang nomor satu yang
sangat memahami kita dan memberikan support agar seluruh anggota
keluarga itu bersemangat dan menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
Kala
itu jilbab dan berjilbab bukan hal yang sedang digandrungi dan ngetrend
serta terkenal seperti saat ini, kalau
kita lihat di seluruh pelosok daerah, pemandangan wanita berjilbab menjadi
sangat biasa. Di daerah saya dulu, siswi berjilbab hanya diwajibkan bagi mereka
yang bersekolah di madrasah saja, di sekolah umum jarang didapati siswi yang
berjilbab. Berbeda dengan sekarang, jilbab memiliki banyak fungsi, diantaranya
sebagai kewajiban seorang muslimah yang mentaati perintah Allah SWT, ikut trend
dan juga sebagai kelengkapan fashion. Waktu itu, saya hanya memiliki
koleksi dua jilbab putih dan satu jilbab coklat untuk kelengkapan seragam
sekolah dan beberapa jilbab instan dari benang wol yang cukup simpel dengan tali
yang diikat ke belakang leher khusus jilbab mengaji saya. Sehingga bila saya
pergi mengaji dan ada angin kencang berhembus , wusss…leher dan dada saya jadi kelihatan. Namun saya tetap bersemangat untuk
mengenakan jilbab bila hendak keluar rumah.
Suatu
hari di siang yang sangat terik, seperti
biasa Ayah meminta agar saya untuk mengambil pesanan dedak (makanan ayam) di
penggilingan padi milik Bu Lik saya yang berada di desa sebelah. Perjalanan
sekitar setengah jam saya tempuh dengan bersepeda onthel (sepeda angin).
Saat itu saya ber azzam untuk berusaha bila hendak keluar rumah wajib
memakai baju panjang dan berjilbab, walaupun dirasa lucu juga ya? ada anak perempuan berjilbab
membawa dedak di belakang sepedanya, karena di daerah saya biasanya Bapak-bapak
yang melakukan pekerjaan ini. Saya langsung menyanggupi permintaan Ayah, karena tidak ada orang lain di rumah saya yang
bisa membantu Ayah. Adik laki-laki saya saat itu bersekolah di Pondok Pesantren
dan adik laki-laki saya yang lain masih kecil. Akhirnya bismillahirrahmanirrahim
saya berangkat dengan mengenakan baju panjang dan jilbab. Ayah dan Ibu memberikan support yang
positif atas keputusan saya saat itu. Rasanya begitu lega, atas apa yang
terjadi dalam bagian hidup saya, menjadi cerita tersendiri untuk menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. Subhanallah, apa yang saya azzamkan dari
hati tercapai, dan alhamdulillah saya berhasil pulang pergi dengan jilbab melekat
di kepala dengan hati senang, sebab hari itu saya dapat memulai berjilbab dari
diri sendiri dan dari hati, sekaligus memantapkan niat saya selepas dari bangku
Tsanawiyah untuk belajar merantau di Pondok Pesantren dan berjilbab di setiap
hari. Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan perlindungan kepada saya
untuk selalu berada di jalan-Nya melalui jilbab. Amin Ya Rabbal ‘alamin.